Krakatau : Legenda Yang Kembali dan Keindahan Wisatanya


"Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara (Krakatau Purba). Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula…. Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera"
Pustaka Raja Parwa (416 M)


Kisah si Anak Gunung Krakatau ini memang sudah tersohor sejak jaman purbakala. Pada mulanya, terdiri dari tiga buah gunung dalam satu pulau yaitu Gunung Rakata, Danan dan Perbuwatan (Krakatau Purba) serta diapit dua pulau yaitu Pulau Panjang dan Pulau Sertung. 


132 tahun yang lalu (26-27 Agustus 1883), ledakan maha dahsyat terjadi. Gunung Danan, Perbuwatan dan setengah gunung Rakata lenyap seketika. Menciptakan kaldera sebesar 7 km, sedalam 250 meter serta hanya menyisakan tiga pulau yaitu Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung. Ledakannya terdengar sampai 4.600 km, benda-benda keras berhamburan di udara bertebaran ke pulau Jawa, Sumatera, Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru. Hujan kerikil dan batu apung yang masih membara, semburan debu vulkanik mencapai 80 km. Terjadi tsunami dengan ketinggian 40 meter menyapu bersih di pulau Jawa dan Sumatera yang berdekatan dengan Selat Sunda. Dampak gelombang tsunami terasa sampai Hawaii, Pantai Barat Amerika Tengah, dan Semenanjung Arab. 


Kondisi Anyer Pasca Tsunami
Jarang ada kisah dari saksi mata, karena tempat-tempat di pesisir pantai seperti Merak, Anyer dan Caringin rata dengan tanah. Tak ada pohon, tak ada rumah, tak ada semak-semak, bahkan tak ada batu. Mayat-mayat tersapu gelombang kembali ke laut. Seperti gurun, bersih! Di antara Pulau Sebesi dan Krakatau bermunculan pulau-pulau vulkanik kecil sepanjang 813 meter dan berpuluh gosong arang timbul dari permukaan air. Di beberapa tempat tampak asap dikelilingi uap putih dari laut.



Sehari setelahnya, masyarakat di sejumlah daerah dilanda kegelapan karena matahari tertutup oleh debu vulkanik yang memenuhi atmosfir setebal 20-150 meter. Debu tersebut terhembus ke arah barat dengan kecepatan 121 km/jam. Dalam kurun waktu dua hari, debu sudah menyebar di benua Afrika dan lima belas hari kemudian sudah mengelilingi dunia. 30 November 1883, debu sampai di Eslandia.

”Mendadak dunia gelap pekat. …Abu menyembur bak air mancur dari rekahan lantai papan. Suamiku berseru dalam keputusasaan, ’Mana pisau? …Saya akan memotong nadi kita semua agar tidak terlalu lama menderita.’”

"Saya berlari.... Batu apung menusuk-nusuk seperti jarum. Baru saya sadar, kulit saya bergelantungan, terkelupas di sana-sini... "

(Vulcan’s Fury: Man Against the Volcano, A Scarth, 1999 - dari laman geologi San Diego State University).

Bongkahan Besar Batu Koral yang Terbawa Tsunami

43 tahun setelah ledakan maha dahsyat, Gunung Anak Krakatau lahir pada tanggal 26 Januari 1928 dengan puncak batuan basalt. Akibat dari pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia di Selat Sunda, Anak Krakatau terus tumbuh sekitar 3,6 meter per tahun. Tinggi Anak Gunung Krakatau sekarang sekitar 315 meter di atas permukaan laut dan masih sangat aktif. Beberapa ahli geologi memprediksikan, Anak Krakatau akan meletus kembali antara tahun 2015 - 2028.

Anak Krakatau, Mei 1929
Anak Krakatau, 22 Maret 2015

Anak Gunung Krakatau tidak luput dari cerita misteri. Seperti yang dikisahkan salah satu jagawana Krakatau, kadang-kadang dimalam hari terdengar suara ramai ribut padahal sama sekali tidak ada orang selain mereka. Selain suara ramai, ada juga suara dagelan dan (orang main) wayang. Ada juga pengunjung yang mengaku melihat kadal dan burung berukuran besar. Padahal, mereka yang sering berpatroli rutin hampir tidak pernah menemui hewan-hewan seperti itu. Hanya kupu-kupu, burung dan hewan berukuran kecil lainnya yang sering mereka jumpai.


DESTINASI WISATA

Anak Gunung Krakatau sudah menjadi salah satu tujuan travel di Indonesia. Untuk mencapai Anak Gunung Krakatau, rutenya cukup mudah yakni melalui Dermaga Canti, Kalianda, Lampung Selatan. Satu jam perjalanan dari Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni. Disini kita dapat menyewa kapal nelayan yang berkapasitas maksimal 30 orang untuk berwisata.



Sempatkan singgah di Pulau Sebuku Besar untuk snorkeling / diving. Terumbu karang disini sangat bagus dan ikannya banyak. Apalagi pagi hari laut cukup tenang dan udara belum terlalu panas.






Pulau Sebesi adalah pulau berpenghuni yang dekat dari Anak Krakatau. Kita bisa beristirahat sejenak di homestay milik warga serta makan siang. Homestay untuk pengunjung ini berada di pinggir pantai dengan pemandangan Gunung Rajabasa.



Untuk aktifitas yang dapat dilakukan adalah snorkeling di sekitar Pulau Sebesi dan Pulau Umang-Umang, pulau kecil yang letaknya tidak jauh dari dermaga utama pulau. Bagi yang snorkeling maupun diving, arus disini lumayan kuat. Visibilitas kurang baik karena arus membawa pasir dan substansi dasar laut lainnya. Pulau Umang-Umang mempunyai pemandangan indah serta pantai mini berpasir putih yang dikelilingi bebatuan. Memandangi sunset dari sini juga sangat memanjakan mata.



Perlu diketahui, air tawar di Pulau Sebesi sangat terbatas dan alirannya kecil. Sedikit menyulitkan untuk mandi bilas jika antri dengan pengunjung lainnya.





Pukul 5 pagi, sudah kembali ditengah laut. Ya, menuju Krakatau. Perjalanan ditempuh selama 2 jam sambil menanti sunrise. Tiba di Krakatau, langsung trekking. Ketinggian yang dapat didaki hanya sekitar 200 meter saja selama 30-45 menit. Selebihnya adalah parit besar aliran lahar yang menuju ke laut. Pasir berwarna hitam mendominasi menutupi anak Krakatau serta lahar yang sudah dingin membatu dan beberapa batu belerang.




Diatas Parit Krakatau berlatar Pulau Rakata
Batu Belerang (Sulfur)
Jalur Parit Dari Puncak Krakatau
Di sisi Pulau Rakata, terdapat spot snorkeling yang benar-benar indah. Orang-orang menyebutnya Lagoon Cabe. Terumbu karangnya masih asri dengan air sebening kaca. Dibutuhkan waktu sekitar 45 menit mencapai lokasinya dari Anak Krakatau.







Jika kembali ke Jakarta disore hari, jangan lupakan sunset di dermaga Canti yaa..




0 comments: